Menjelang pindahan dan saat tiba di tempat baru biasanya kehidupan kami belum 'normal'. Maksudnya, tidak sama dengan hari-hari seperti biasanya. Ini dikarenakan barang2 di rumah sebagian besar sudah dipak untuk dikirim ke tempat yg baru. Begitu pula saat tiba di tempat yang baru, kami harus menunggu barang2 tsb sampai.
Lho? Kenapa orangnya sudah sampai tapi barang2nya belum? Yaa...kan kita naik pesawat. Kalau barang2nya semua lewat laut. Wajar dong kalau kita sudah sampai duluan, ya ngga?
Sebenarnya ada cara yang lebih enak. Barang sudah sampai duluan atau selang waktunya tidak begitu lama. Caranya? Yaitu membiarkan bapaknya anak2 berangkat duluan, begitu pula barang2. Setelah kesibukan bapak selesai jelang serah terima jabatan, barulah saya menyusul. Kalau dulu sih, metode ini sudah diterapkan beberapa kali kami pindahan. Tapi sekarang situasinya kan spesial: anak sudah 3! Lantas, apakah tega meninggalkan diriku sebatangkara di pulau kalimantan bersama 3 anak?! Maaakkk....mana tahaaaannnn....
Jadilah kami para 'pasukan riweuh' berangkat pindahan bersama-sama. Jadi teringat waktu di bandara selama 10 jam perjalanan kami kemarin. Banyak mata yang menatap, bahkan berkomentar :"waaahh anaknya laki-laki semua ya?" Sementara tatapan matanya seolah berbicara:"Kasihan. Repot banget yak!" ...hehehe...
Nah sekarang sudah lebih dari seminggu kami menginjakkan kaki di pulau sulawesi. Berarti barang2 dari pulau kalimantan sudah 2 minggu sedang dalam perjalanan (kapaaannn sampainya???). Beruntung masih ada barang2 peninggalan 'orang sebelum bapak' yang menempati rumah dinas ini yang bisa kami pakai. Berhubung orang sebelumnya adalah bujangan, jadi peralatan makan minim. Piring makan cuma ada 2, mangkok 1, sendok beberapa biji. Setiap mau makan, harus cuci piring dulu, gantian pakai alat makannya. Bukannya pelit ngga mau beli yang baru, kan semuanya ada di dus barang2 yang belum sampai itu. Jadi bersabar saja dulu. Kalau bahasa mertua saya bilang: "wayahna weeehhh..."
Tidak ada bak mandi bayi. Untung ada wajan besar disini. Jadi bebi Irsyad mandinya dicemplungin ke wajan. Yah sambil digoyang-goyang gitu...dia seneng banget lho dengan tempat mandi 'ajaib'nya itu. Kadang pegangan wajan pun digenggam erat, masih pengen 'digoreng' rupanya dia...hihihi...
Tempat jemuran tidak punya. Jemur di belakang rumah ternyata kena bocor ketika hujan. Repotnya tidak pakai 'kolecer' jemuran bayi, padahal cucian baju Irsyad semakin menumpuk. Saya sengaja tidak memakaikannya pospak terus, kasihan. Pakai clodi? Wah belum pernah lihat dan belum punya tuh (maklum di Palangkaraya belum ada). Akhirnya bikin jemuran darurat pakai tali rapia di dalam rumah. Kebetulan saat kami tiba, pas cuacanya hujan terus. Jadinya jemuran kami berlima amat sangat sangat banyak sekali. Iseng, saya ukur, ternyata bentangan rapia yang kesana-kemari itu ternyata mencapai 20 meter! Ck ck ck...serasa tinggal di pengungsian....
Saya sih tidak masalah dengan situasi darurat ini. Sudah biasa. Tetapi jujur, baru kali ini saya merasa kewalahan. Kenapa? Ya karena itu tadi, situasi spesial anak 3! Kalau sebelumnya, anak 1 dan anak 2 masih bisa ditangani. Tapi kalau ada 3? Huuuffttt (tarik napas)...
Minim alat masak, alat makan, pakaian, alat makan, dsb...saya masih bisa tangani. Yang bikin saya benar-banar mati gaya adalah: hidup tanpa stroller!!! Tanpa benda yang satu ini, saya kesulitan menyambi pekerjaan rumah sambil mengajak main Irsyad. Biasanya Irsyad saya taruh di kereta dorongnya itu, lalu saya bawa dia ke dapur untuk menemani saya memasak. Bisa disambi makan (kaki menggoyang2 stroller sementara saya makan dengan tenang). Mendudukinya untuk disuapi disitu. Menaruhnya sejenak untuk menyambi mengurus kakaknya Rasyad (memandikan, menyuapi Rasyad). Wah banyak lagi deh pekerjaan yang bisa dilakukan tanpa was2 meninggalkan bayi di tempat tidurnya. Satu hal lagi yang penting: tidak capek menggendong!
Sekarang tanpa stroller jadi kewalahan deh. Kamana-mana gendong Irsyad terus. Dibiarkan di tempat tidur dia ngga mau, walau sudah ditemani oleh kakak2nya (maunya ada ibu). Mungkin hanya 10 menit saja saya bisa menaruhnya bermain di tempat tidur. Saya tinggal untuk cuci piring, tidak lama pasti menangis. Ngga tega, jadinya terpaksa saya gendong terus. Bahkan dibawa masak juga. Dengan hati2 tentunya, supaya tidak terciprat minyak atau Irsyad gemes mau ngobok2 isi panci. Duh pegel rasanya karena sering 'nggemblok' mahluk mungil menggemaskan ini berlama-lama....
Di tengah kerepotan itu, semenjak keberangkatan sampai sekarang, bapak juga kesibukannya meningkat di kantor. Jadi tidak bisa pulang ke rumah untuk makan siang dan membantu sebentar (biasanya menyuapi Rasyad dan megang Irsayad supaya saya bisa makan). Kalau pindahan urusannya di kantor adalah serah terima jabatan selain urusan-urusan rutin lainnya. Tentunya melibatkan orang pusat alias bos dari Jakarta. Nah, para bos ini kan nginepnya di hotel. Adalah tugas dan tanggungjawab bapak untuk mendampingi para bos ini, termasuk mengajak makan. Jadinya, kadang bapak tdak makan di rumah dari sarapan sampai makan malam. Yang artinya, selama itu pula saya kewalahan berjibaku seorang diri mengurus anak2.
Yah namanya sebuah tantangan (saya tidak menyebut sbg suatu cobaan) jadi harus dijalani. Saat ini memang kami berdua sedang sama-sama kewalahan. Saya kewalahan di rumah tanpa si mba yang biasa membantu selama 4 jam di rumah. Belum dapat asisten di tempat baru ini. Bapak juga terlihat letih karena setiap subuh(sementara saya memasak) sebelum berangkat kerja sudah membantu dengan mencuci baju, menyapu dan mengepel (menyetrika seabrek-abrek waktu hari libur kemarin)...padahal di kantor juga sedang sibuk2nya.
Harus bersabar. Kalau serah terima jabatan sudah selesai, bapak kan tidak sesibuk sekarang. Mungkin sempat makan siang di rumah lagi? Barang2 juga mungkin saja besok sampai. Jadi semoga saja kami yang hidup darurat bak pengungsi ini tidak berlangsung lama. Oh strollerkuu....lekaslah datang...
(notes di facebook pada 08 Maret 2011 jam 8:56)
(notes di facebook pada 08 Maret 2011 jam 8:56)
Posting Komentar