Liburan kali ini memang tidak ada tujuan wisata yang direncanakan untuk dikunjungi sejak awal. Pokoknya berangkat! Masalah sampai di mana, menginap di mana, mau lihat-lihat apa, ya bagaimana nanti saja. Pokoknya berangkat, titik. Menginap satu malam di Semarang juga baru direncanakan saat di perjalanan. Kami tidak langsung menuju Solo, istirahat di Semarang dulu. Sekalian napak tilas menjenguk kota yang pernah jadi tempat tinggal saya dan Bapa di awal pernikahan kami.
Hari yang cerah. Setelah foto-foto di seberang Simpang Lima, kami memutar mobil untuk menuju ke gedung Lawang Sewu. Mau ngapain? Tentu saja untuk masuk melihat isi gedung yang kabarnya sudah disulap jadi museum. Waktu tinggal di Semarang dulu, jangankan penasaran ingin masuk, setiap melewatinya saja sudah membuat bergidik karena ngeri. Dulu gedung ini terkenal angker karena dibiarkan terbengkalai begitu saja. Setelah dipugar dan diperbaiki lalu dijadikan museum kereta api, Lawang Sewu kini terbuka untuk umum.
Foto bersama sebelum masuk ke Lawang Sewu |
Kami membayar tiket masuk seharga sepuluh ribu rupiah untuk satu orang dewasa dan lima ribu rupiah untuk satu anak. Total kami membayar tiga puluh ribu rupiah, Dd Irsyad tidak dihitung karena masih usia balita. Anehnya, kami hanya diberi tiga tiket saja. Satu tiket untuk anak tidak diberikan. Saat pemeriksaan tiket, saya sudah siap-siap menjelaskan kepada petugas. Tapi petugasnya tidak berkomentar apa-apa dan membiarkan kami masuk. Hmmm...lumayan, jadi dapat korupsi satu lembar tiket. Ah, manusia...
Hari masih pagi namun pengunjung mulai banyak yang berdatangan. Ada yang menyewa jasa guide juga. Kami sengaja tidak pakai guide, soalnya takut kelamaan. Namanya juga bawa bocah-bocah yang pecicilan. Oia, Kk Rasyad sempat hilang, lho! Duh, saya panik sekali! Rupanya Kk Rasyad penasaran ada apa di balik gedung dan pergi ke sana sendirian. Untung hilangnya Kk cuma sebentar. Hhhh...jangan pergi nggak bilang-bilang dong, Kak.
Denah Lawang Sewu di dekat pemeriksaan tiket |
Masuk dari samping gedung, kami disambut oleh taman yang cukup luas. Taman ini dikelilingi bangunan Lawang Sewu yang berbentuk seperti huruf L. Ada bangunan kecil di sebelahnya yang menjadi museum yang isinya dipamerkan beberapa mesin kereta api dan bongkahan bangunan aseli, plus foto-foto dan cerita tentang pemugaran gedung Lawang Sewu.
Lawang Sewu di tahun 1920 (foto dari sini) |
Ternyata, untuk memugar bangunan tua dan bersejarah bekas kantor ini cukup banyak menghabiskan biaya. Memang seharusnya kita tetap melestarikan gedung tua yang bersejarah daripada membiarkan terbengkalai, bahkan menjadi sarang hantu. Lawang Sewu yang tadinya angker sekarang jadi cantik. Membuat Lawang Sewu menjadi museum sangat bermanfaat untuk berbagi ilmu pengetahuan kepada masyarakat.
Dd Irsyad berpose di salah satu mesin kereta api |
Bapa bilang, di negara tetangga ada bangunan antik sedikit langsung disulap jadi tempat wisata. Padahal, bangunan tua tersebut tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan gedung Lawang Sewu di negara kita ini. Bangunan tua bersejarah di negara kita masih banyak. Semoga pemerintah bisa merawat dan mengelolanya dengan baik agar bisa bermanfaat menjadi tempat wisata sejarah yang bermanfaat.
Yuk, lanjut ke gedung di sebelahnya. Gedung yang satunya, yang sudah dipugar, tidak dibuka untuk umum. Mungkin proses pemugarannya belum selesai. Kami masuk ke gedung yang isinya dipamerkan aneka benda yang berhubungan dengan kereta api. Waah, 3 boyz senang sekali, lho! Jadi ingat sama mainan kereta api si Thomas yang ada di rumah dan filmnya sering kami tonton. Beberapa miniatur kereta api juga dipajang di sini. Keren! Eits, ini bukan mainan, ya Nak. Ini miniatur kereta antik beneran, lho! Untung disimpannya pakai kaca. Kalau tidak, pasti rusak oleh tangan jahil pengunjung dan anak-anak yang gemas ingin memainkannya.
Waah...miniaturnya seperti mainan kereta api! |
Semua benda yanga dipamerkan di Lawang Sewu diberi keterangan lengkap. Wah, jadi nambah ilmu, nih. Saya dan Bapa menjelaskan kepada 3 boyz tentang benda-benda bersejarah tersebut. Di ujung ruangan, terdapat televisi yang menayangkan film kuno tentang kereta api. Asyiik! Duduk dulu sambil nonton, yuk!
Atas: nonton film kereta api. Bawah: tempat penjualan tiket berdasarkan tujuan |
Mengunjungi Lawang Sewu sangat mengasyikan. Berjalan-jalan di Lawang Sewu dan melihat koleksi di dalamnya membuat kita seolah berada pada masa lalu. Kenapa gedung tua ini diberi nama Lawang Sewu? Lawang Sewu artinya pintu seribu. Padahal jumlah pintu di gedung ini tidak sampai seribu, lho. Banyak jendela berukuran besar pada gedung ini yang berkesan seperti pintu. Jadi gedung ini terlihat seolah memiliki banyak pintu.
Berpose di koridor gedung |
Di lantai atas gedung, kami sempat berpose dengan pintu-pintu yang berjejer ini. Maksud hati ingin berpose ciluk ba, apa daya si Dd Irsyad malah melarikan diri setelah saya memberi aba-aba untuk memotret. Hasilnya seperti foto di bawah ini:
Jiaah...Dd Irsyad malah kabur :D |
Lantai atas gedung memang dikosongkan. Pengunjung boleh melihat-lihat ke dalam ruangan yang berjejer rapi di sebelah kiri dan kanan. Lorong yang berada di tengah dengan pencahayaan seadanya membuat suasana sedikit menyeramkan. Jangan lama-lama di sini, ah. Takut! Bukan takut sama mahluk halus. Kami takut juga tertimpa material bangunan karena proses pemugaran gedung belum selesai.
Atas: Aa Dilshada dan gerbong kereta biru Bawah: kami berlima di lantai atas Lawang Sewu |
Lanjut jalan lagi. Kami penasaran dengan kereta api yang ada di luar gedung. Lucu juga kali ya, kalau kami berfoto di atas kereta api. Berjalan kaki dengan udara pagi yang masih sejuk ini membuat kami tidak merasa lelah.
Huuph! Tarik napas! Segarnya udara pagi! |
Horee...itu dia keretanya! Untuk naik kereta dan berfoto, kami harus menunggu rombongan keluarga lain turun dari kereta. Antri, dong. Setelah sepi, barulah kami bisa berpose dengan si kereta hitam ini. Sedang asyik berfoto, tiba-tiba baterai kamera habis! Yaah...penonton kecewa. Sementara hp saya sudah isdet sejak kemarin sore. Masih ada sedikit baterai di hp Bapa. Foto masih bisa dilanjutkan dengan kamera di hp Bapa. Fiuuh...alhamdulillah.
Bapa dan 3 boyz berpose di atas kereta |
Pada postingan sebelumnya, saya sudah cerita soal netbook, charger hp, dan charger kamera yang ketinggalan di rumah. Sempat terpikir untuk membeli charger kamera. Namun apa daya, duit di kantong cuma pas-pasan. Sayang kalau dipakai untuk beli charger kamera. Kalau charger hp (yang lebih murah harganya) nggak kepikiran beli lagi karena charger Nokia di rumah sudah ada tiga buah. Terus, gimana dong. Liburan baru saja dimulai. Nanti foto-fotonya pakai apa? Tunggu kelanjutan ceritanya, ya...
Aaa bete bgt kalo charger ketinggalan, *nunggu cerita berikutnya*
BalasHapusheu euh...bete abis :(
Hapusmakasih sudah nyimak, tunggu kelanjutannya yaa ^_^
Lawang Sewu cuman dilewatin doang ..belum pernah masuk...seringnya malahan ke Pandanaran he he he seru ya ?
BalasHapusJadi penasaran trus gm foto2nya nih? (Nungguin postingan berikutnya)
Coba masuk, Mak...boys pasti seneng bisa liat kereta api :)
HapusHehe...jawabannya ada di postingan selanjutnya ^_^
uwaaaaaaaaaaaa seru banget,aku belum perah ke LS mbk,,penasaran dar dulu,, :((
BalasHapusDulu jg aku penasaran. Berhubung masih ga terawat, ya ga berani masuk karna takut disangka ikutan acara tipi uju nyali :D
HapusPas tahu udah direnov dan dibuka untuk umum, langsung deh masuk ke Lawang Sewu ^_^
aku udh lama bgt ngga ke lawang sewu mba,,trnyata udh bagus ya skrg,,ngga mengerikan lg kyk dulu,,
BalasHapusIyah, dulu ngelewatinnya aja udah bikin merinding
HapusIyah, di Indonesia banyak sekali bangunan tua. Malah pernah liat di tivi ada yang terlantar
BalasHapusBetul, Mak. Padahal kalo direnov dan dirawat bisa jadi objek wisata sejarah yg menarik dan bermanfaat
Hapusmak riana,, saya asli kendal, sekitar 1 jam dr rumah ke lawang sewu. sering lewat tetapi blm pernah masuk ke dalamnya.. baca cerita mak riana, jadi pengen ni kapan2 liburan ke lawang sewu juga..
BalasHapusHai Mak...waktu tinggal di Semarang tahun 2002, aku pernah main ke Kendal, lho. Dulu pamanku kepala sipir di penjara Kendal (skr pensiun).
HapusYuk, mumpung deket, main ke Lawang Sewu ^_^
aku belum pernak kesana mak... soalnya ku kira horor bgt kaya cerita2 org gttt :-(
BalasHapusDulu waktu terbengkalai memang jadi berkesan horor. Kalo udah direnov kan jadi hilang kesan seremnya ^_^
HapusIh bagus yaa, tapi ga ada hawa-hawa seremnya lagi kah mak?
BalasHapusIya, Mak Karin, jadi bagus sekarang. Gedung yg depan dari luar udah ga keliatan angker lagi krn sdh direnov, tapi ga tau dalemnya krna kita ga boleh masuk. Gedung belakang belum direnov. Yg jadi museum di lantai bawah ga berkesan angker karena ramai pengunjung. Pas naik ke lantai atas yang kurang perawatan, agak gelap, dan sepi pengunjung...baru deh mulai kerasa serem, hihi
HapusSeru liburan keluarga, blm kesampean masuk kesana. Cuman lewat doang berkali2 ;-) kayak nya perlu di singgahin
BalasHapusCoba masuk aja, seru lhoo ^_^
Hapusliburan ke lawang sewu bersama buah hati sungguh sangat menyenangkan...
BalasHapussalam takzim dari Banjarbaru, Kalimantan Selatan
Liburan ke mana saja asal bersama keluarga pasti menyenangkan.
HapusDari Banjarbaru? Dulu waktu tinggal di Banjarmasin saya sering ke Banjarbaru hanya untuk membeli tahu sumedang.Salam kembali dari Bogor
Ending postingan bikin penasaran... lalala... *nyanyi
BalasHapusHmm, lawang sewu, someday i'll be there. sure!
Kalo ke Lawang Sewu, ati2 bocah kegirangan liat kereta api yg dipajang kayak mainan :D
HapusHihihi...tunggu tayangan selanjutnya *ikutan nyanyik*
Kepingin merasakan tengah malam ada di dalam gedung Lawang Sewu ini, seru mungkin ya......mungkin kalau saya jadi pengelola Lawang Sewu mau bikin wisata anti mainstream, wisata malam keliling Lawang Sewu, pasti banyak peminatnya :)
BalasHapus