Rasa lapar mulai menyergap. Makan di mana kita setelah perjalanan naik commuterline, mampir di Museum Bank Mandiri, dan berteduh sekaligus shalat di Museum Seni Rupa dan Keramik? Jawabannya: makan di Kafe Batavia!
Makan di kafe? Nggak salah tuh? Bukankan backpacker identik dengan hemat biaya. Kalau makan di kafe mahal, bukan backpackeran dong namanya! Ya terserah kita aja, hehe. Sebenernya, saya juga nggak nyangka kalau kita bakal makan siang di tempat yang mahal. Rupanya Bapa punya pertimbangan lain. Sekali-kali nggak apa-apa dong, belagak jadi orang kaya yang makan di tempat mahal, hehe.
Ada beberapa kafe di sekitar kawasan Kota Tua. Namun entah mengapa saya tertarik untuk mengajak keluarga masuk ke Kafe Batavia yang lokasinya persis ada di seberang Museum Fatahillah. Saat masuk, suasana remang ala kafe menyambut kami. Hmm, kayaknya kalau bawa anak-anak, nggak cocok deh makan di tempat remang-remang begini. Tempat ini cocok untuk minum-minum saja. Beberapa meja juga disediakan di ruang khusus untuk merokok.
Pigura foto di tangga menuju lantai atas |
Saya melihat ada tangga menuju lantai atas. Wah, mudah-mudahan di atas tempatnya lebih baik. Ternyata saya tidak salah, tempat makan di lantai dua ini benar-benar nyaman. Interiornya bagus. Pencahayaannya terang dari jendela-jendela besar dengan pemandangan lapangan Fatahillah. Sempurna!
Tempat duduk kami |
Meski tidak dapat duduk di samping jendela dengan pemandangan indah, kami cukup puas dengan meja yang kami tempati di tengah ruangan. Kami segera memesan makanan. Sambil menunggu, saya mengamati beberapa pengunjung kafe.Wah, ternyata kebanyakan pengunjung kafe ini adalah turis asing. Saya amati mereka begitu menikmati hidangan khas negara kita dan tidak lupa memotret makanan mereka sebelum disantap. Kok sama ya kayak orang kita, hihihi.
Muka laparrr... |
Agak lama juga nih, menunggu makanan pesanan kami tiba. Akhirnya, satu per satu pesanan kami pun datang. Mari makan! Baca doa dulu jangan lupa yaa, terus foto deh sebentar, hehe.
Nasi campur pesanan Bapa |
Nasi campur pesanan Bapa ini dilengkapi dengan sambal yang ditaruh di dalam wadah yang terbuat dari timun jepang. Sambalnya tidak terlalu pedas. Mungkin disesuaikan dengan lidah para bule yang kerap bersantap di tempat ini dan ingin mencicipi kuliner Indonesia. Dalam foto tumpengnya sudah agak penyok sedikit karena dihancurkan oleh Dd, haha!
Sop buntut untuk saya dan Dd Irsyad |
Saya dan Dd biasanya memesan satu jenis makanan untuk dimakan berdua. Dd kan masih kecil. Masih nebeng porsi emaknya. Sekaligus penghematan juga. Sop buntut ini disajajikan di atas mangkuk besar. Potongan daging buntutnya besar-besar dan ada empat sampai lima potong! Duh, saya juga nggak bakalan habis makan ini sendirian. Satu paket sop buntut dilengkapi dengan nasi putih, emping, jeruk limau, sambal, dan pisau. Pisau? Iya, pisau untuk memotong daging yang besar-besar itu, hmm...yummy!
Kakap asam manis pesanan Aa Dilshad |
Kakap asam manis adalah pilihan Aa Dilshad. Tadinya dia pengen makan steak. Sayang, steaknya sudah habis. Biasanya hidangan asam manis didominasi warna merah. Tapi kakap asam manis di kafe batavia diberi saus berwarna coklat muda. Rasanya ya tetap asam manis. Kurang menarik penampilannya menurut saya.Tapi rasanya enak lho!
Udang Mayones pesanan Kk Rasyad |
Nah, terakhir adalah udang mayones pesanan Kk Rasyad. Saya lupa awalnya dia pesan apa dan ternyata habis. Meski bukan pilihan utama (deu kayak apaan aja), Kk terlihat lahap saat menyantap udang ini. Porsinya lumayan banyak untuk ukuran seorang anak kecil. Sini, sini biar Ibu habiskan #eh.
Kk dan minuman pesanannya |
Pesan minuman apa? Saya lupa. Namanya aneh-aneh sih. Yang pasti saya pesan teh (tapi lupa teh apa), Bapa pesan air mineral (yang harganya lebih mahal daripada minuman berwarna), Aa pesan hot chocolate, dan Kk minuman apa gitu yang pakai buah leci plus irisan jeruk segala. Dd gimana? Kayaknya Dd nggak dipesenin minuman deh. Dia jadi seksi icip-icip aja. Lagipula, Dd sedang agak pilek. Jadi saya larang pesan minuman dingin.
Bapa dan air mineral kelas premium |
Kami menikmati makan siang dengan nikmat. Tempat ini memang nyaman untuk bersantai dan nongkrong bareng sambil menikmati suasana. Sayang, kami tidak bisa berlama-lama dan harus melanjutkan kunjungan ke museum berikutnya. Saat akan membayar, saya sempat terkejut dengan tagihan yang tertera di kertas bon. Jumlahnya mencapai angka lima ratus ribu rupian! Bapa hanya tersenyum dan berkata, "Anggap saja itu biaya hotel nginep di Cirebon yang nggak jadi." Oia, saya sudah cerita di postingan sebelumnya kalau kami gagal backpacker ke Cirebon. Mendengar penjelasan Bapa, saya jadi lega. Alhamdulillah. Uang belanja saya aman, haha.
Pemandangan dari lantai atas Kafe Batavia |
Gerimis sudah berhenti. Tengah hari yang seharusnya terik menjadi teduh. Orang-orang semakin ramai memadati lapangan Fatahillah. Waduh, semakin padat saja nih! Kami pun beranjak pergi meninggalkan Kafe Batavia. Mau kemana? Tunggu ceritanya di postingan selanjutnya...
pingiiiiin mak sop buntutnya
BalasHapusenak bangett sop buntutnya mak. ga pake msg n ga kegurihan kyk di tempat lain *haduh ngiler sendiri* :D
HapusYa Allah mak, enaknya,,,ini mah bikin perut aku menggelegar mak...tega banget ya menampakkan makanan begini :)
BalasHapusenak beneran maak....aku pun yg nulisnya ngiler lagi *halah*
Hapusmakanannya buat ngiler....tagihannya buat kaget he he he he...
BalasHapusviewnya keren.... sy tuh pengen ke kota tua tapi takut garing takut sampai sana bingung apa yang maudilakukan... kalo kayak gini ada museum dan tempat makan kan lumayan....
BalasHapusAduh mak, foto2nya bikin ngiler nih *glek. Pas jam makan siang dan belum makan hahaha :D
BalasHapuskalau ada sop buntut, pasti anak saya pilih sop buntut :)
BalasHapusWaktu itu niatan saya jalan-jalan hemat sih, ya. Jadi, nahan diri untuk gak mampir ke kafe hihihi